Jumat, 23 Maret 2012

Makalah Sejarah : Kesultanan Banten


BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
           Indoesia memang meilki banyak sejarah yang sangat menarik untuk dikaji, baik saat indonesia belum merdeka sampai indonesia merdeka. Satu hal yang paling menarik dari sejarah Indonesia adalah banyaknya kerajaan atau kesultanan yang ada pada abad pertengahan. Beberapa kerajaan besar berdiri di indonesia.Kerajaan tersebut tersebar di berbagai pelosok di negeri ini, dari pulau sumatera hingga pulau Irian dan yang paling ada di pulau jawa. Kebanyakan kerajaan di pulau jawa memiliki corak agama islam sehingga sering tidak disebut kerajaan melainkan sebuah kesultana
Salah satu kesultanan yang ada di pulau jawa yaitu kesultanan Banten, Kesultanan ini terletak di bagian barat pulau jawa tepatnya di provinsi banten. Kerajaan Banten memiki banyak budaya dan ciri khas yang berbeda dengan beberapa kerajaan yang ada indonesia. Meskipun Kerajaan Banten tidak termasuk suatu kesultanan karena masa berdirinya singkat. Kerajaan Banten hanya mencapai puncaknya pada saat pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Dari latar Belakang diatas Peneliti meras tertarik untuk melakukan sebuah pengkajian yang berjudul “ Kesultanan Banten”.

B. Rumusan Masalah
 1. Bagaimanakah Sejarah kesultanan Banten?
 2. Dimanakah letak atau posisi kesultanan Banten?
 3. Bagaimanakah aspek kehidupan di kesultanan Banten?
4. Siapa raja-raja yang pernah memerinta di kesultanan Banten?
 5. Warisan apa sajakah yang berasal dari kesultanan Banten?

 C. Tujuan
 1. Untuk mengetahui sejarah kesultanan Banten.
 2. Untuk mengetahui letak atau posisi kesultanan Banten.
 3. Untuk mengetahui aspek kehidupan di kesultanan Banten.
 4. Untuk mengetahui raja-raja yang pernah memerintah di kesultanan. Banten.
 5. Untuk mengetahui warisan yang ditinggalkan dari kesultanan Banten.


 BAB II PEMBAHASAN


A. Sejarah Kesultanan Banten
 1. Berdirinya Kesultanan Banten
          Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk. Sejarah utama berdirinya kerajaan Banten bermulai saa Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.

 2. Puncak Kejayaan
          Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.

3. Penurunan
         Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten. Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.
 4. Penghapusan Kesultanan
         Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.[19] Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.[20] Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris.[21] Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.

B. Letak Kesultanan Banten
             Kerajaan Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya. Oleh karena itu, raja Demak yaitu Sultan Trenggana memerintahkan Faletehan / Fatahillah untuk merebut kerajaan Banten dari tangan kerajaan Pajajaran. Ternyata usaha tersebut berhasil dengan gemilang. Pasukan kerajaan Demak di bawah pimpinan Faletehan berhasil menaklukkan kerajaan Banten yang sedang berusaha menghalangi Demak memperluas wilayahnya.

C. Aspek Kehidupan Kesultanan Banten

 1. Kehidupan Politik
               Berkembangnya kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di kerajaan tersebut. Untuk memantapkan pemahaman Anda tentang raja-raja yang memerintah di Banten, simaklah silsilah raja-raja Banten berikut ini. Silsilah Raja-raja Banten sampai dengan Sultan Agung Tirtayasa Setelah Anda menyimak silsilah raja-raja Banten tersebut, yang perlu Anda ketahui bahwa dalam perkembangan politiknya, selain Banten berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah kekuasaannya antara lain Pajajaran. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh daerah Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan raja Panembahan Yusuf. Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah Banten diteruskan ke Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai Banten tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal ketika melakukan serangan ke Palembang. Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak keemasannya Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa seperti Arab, Cina, India, Portugis dan bahkan Belanda. Belanda pada awalnya datang ke Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena kesombongannya, maka para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari Banten dan menetap di Jayakarta. Anda tanyakan kepada guru bina Anda, selanjutnya dapat Anda simak uraian materi berikutnya. Selain mendirikan benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya kekuasaan Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan. Persaingan tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC. Dalam rangka menghadapi Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan perang gerilya dan perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan tersebut, maka Belanda menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi tindakan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik adu-domba (Devide et Impera) antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Akibat dari politik adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di Banten, sehingga Belanda dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut. Belanda memihak Sultan Haji, yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh Sultan Haji. Dengan kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan dan dipenjarakan di Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan VOC terhadap Sultan Haji maka Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji harus menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1684. Perjanjian tersebut sangat memberatkan dan merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten kehilangan atas kendali perdagangan bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli perdagangan di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan Banten itu sendiri karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja Banten. Raja-raja Banten sejak saat itu berfungsi sebagai boneka. Demikianlah uraian materi tentang kehidupan politik kerajaan Banten. Dari uraian tersebut, apakah Anda memahami? Kalau Anda sudah paham, simaklah uraian materi selanjutnya.

2. Kehidupan Ekonomi
            Kerajaan Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa. Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti lada. Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.

 3. Kehidupan Sosial Budaya
           Kehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa. Para pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya. Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama). Dalam bidang kebudayaan : kerajaan Bnaten pernah inggal seorang Syeikh yang bernama Syeikh Yusuf Makassar (1627-1699), ia sahabat dari Sultan Agung Tirtayasa, juga Kadhi di Kerajaan Banten yang menulis 23 buku. Selain itu di Banten pada akhir masa kesultanan lahir seorang ulama besar yaitu Muhammad Nawawi Al-bantani pernah menjadi Imam besar di Masjidil Haram. Ia wafat dan dimakamkan di Makkah, sedikitnya ia telah menulis 99 kitab dalam bidang Tafsir, Hadits, Sejarah, Hukum, tauhid dan lain-lain. Melihat kajiannya yang beragam menunjukkan ia seorang yang luas wawasannya. Salah satu contoh wujud akulturasi tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam di Eropa.

D. Raja-raja yang Pernah Berkuasa Di Kesultanan Banten
• Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570
• Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585
• Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596 • Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 - 1647
• Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651
• Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
• Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 - 1687
 • Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 - 1690
• Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733
• Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747 • Ratu Syarifah Fatimah 1747 - 1750
• Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773 • Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 - 1799
• Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803 • Sultan Abul Nashar Muhammad   Ishaq Zainulmutaqin 1803 - 1808
• Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 - 1813

E. Warisan Kesultanan Banten
        Setelah dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Kejayaan masa lalu Kesultanan Banten menginspirasikan masyarakatnya untuk menjadikan kawasan Banten kembali menjadi satu kawasan otonomi, reformasi pemerintahan Indonesia berperan mendorong kawasan Banten sebagai provinsi tersendiri yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Selain itu masyarakat Banten telah menjadi satu kumpulan etnik tersendiri yang diwarnai oleh perpaduan antar-etnis yang pernah ada pada masa kejayaan Kesultanan Banten, dan keberagaman ini pernah menjadikan masyarakat Banten sebagai salah satu kekuatan yang dominan di Nusantara.

 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 
         Dari Pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan berberapa hal pokok sebagai berikut:
1. Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada   tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.

2. Kerajaan Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya

3. Aspek kehidupan Kesultanan Banten meliputi: Aspekkehidupan politik, aspek kehidupan ekonomi, dan aspek kehidupan sosial dan budaya.

4. Kesultanan banten sepanjang sejaarahnya diperintah oleh beberapa raja dan saat pemerintahan sultan agung tertiyasa kesultanan banten mengalami masa kejayaan.

5. Setelah dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat.

B. Saran
       Saran penulis adalah agar masyarakat lebih mempelajari sejarah-sejarah yang ada di indonesia, salah saatunya memahami tentang kerajaan yang ada di indonesia. Salah satu contohnya adalah kerajaan yang ada di pulau jawa yaitu Banten.

Artikel Terkait:

0 komentar:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Follow By Twitter

 

NRT LPU. Copyright 2012 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com